Seorang pelajar usia belasan tahun cenderung dikenali sebagai sosok yang masih labil dan belum mampu menampilkan jati dirinya yang baik. Namun melalui suatu cita-cita yang dilandasi energi positif, perlahan mampu menunbuhkan kepekaan agar sanggup menjadi seorang pewarta yang baik.
Pewarta berasal dari kata warta yang artinya kabar atau berita. Sementara pewarta yang baik artinya seseorang yang menyampaikan pesan-pesan yang baik untuk kehidupan. Melalui artikel ini, saya ingin berbagi tentang pergumulan saya dalam mencari pengertian bagaimana seorang pelajar mampu menekan diri selaku pewarta yang baik.
Perilaku Baik
Berbuat baik merupakan hal basic yang tentu saja pernah dilakukan bagi semua orang. Siapa sih yang sepanjang usianya tidak sama sekali melakukan perbuatan positif, entah itu bagi sesama ataupun dirinya sendiri? Kita sama-sama tahu bahwa perbuatan baik yang dikehendaki Tuhan berasal dari semangat Kristus, yang merupakan warta baik atau kabar baik itu sendiri. Hanya saja tergantung dari bagaimana cara kita membangun serta memelihara citra seorang pewarta.
Kita memelihara vibe positif dalam diri kita berarti kita telah berupaya untuk meneladani Tuhan Yesus sebagai pewarta kabar baik. Perilaku baik, bermula dari kepekaan hati nurani manusia. Sebagai pelajar, salah satu perilaku yang mencerminkan positive vibes diantaranya selalu menyebarkan kabar gembira, semangat dan gembira, dan positive energi. Menolak untuk terlibat dalam gosip yang sangat negatif energinya.
Cerminan dari seorang pewarta tampak juga dalam kata-kata yang diucapkannya. Terutama, ketika sedang berinteraksi dengan sesama. Apakah kita berkata hal baik terhadapnya atau bahkan melontarkan kata yang tidak pas sehingga menorehkan luka di hati mereka? Warta dalam interaksi tersebut harus mengandung kata penyemangat dan kata positif yang membangun. Berbagi sukacita dan kehangatan serta kebahagiaan. Bukan malah kata negatif bahkan memaki atau secara tidak sengaja menyinggung perasaan lawan bicara kita. Perbuatan yang sangat tidak baik.
Pelajar Pewarta
Sedikit sharing, pengalaman pribadi saya sebagai pelajar yang peka terhadap perkembangan zaman. Mengiringi pewartaan dengan mengembangkan talenta yang dimiliki, sekecil apapun itu sangat bermakna. Bagi saya kita dapat “mengajak” sesama agar terhibur, tersenyum, bahkan tertawa dengan hal positif yang kita tularkan.
Sesuatu bersifat negatif yang dipelihara seiring bertumbuhnya pribadi kita merupakan hal yang percuma, sangat sia-sia. Bagaimana bisa kita mendapat berkat baik manakala tiap harinya kita hanyalah malas-malasan, menggerutud, bahkan pikiran penuh dengan hal buruk. Situasi tersebut akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang disekitar kita maupun diri kita sendiri.
Maka, saya memutuskan untuk senantiasa berbagai hal baik. Berbagi sukacita, kehangatan, dan keceriaaan. Di era satelit seperti ini, caranya pun menyesuaikan. Umumnya generasi usia saya sangat lekat dengan media sosial. Maka saya memilih untuk selalu membagikan hal baik. Seperti pengalaman menyenangkan di sekolah, di berbagai kegiatan, dan di tengah masyarakat.
Selain itu, bagi yang senang dengan kesenian, terutama dengan bermain musik dan bernyanyi warta gembira yang ditularkan yakni suatu penghiburan. Kita tidak tahu bagaimana perasaan orang-orang disekitar kita. Mungkin ada yang sedang tertimpa banyak masalah, sedang bersedih, kalut, dan lain sebagainya. Contohnya saja, jika mereka mendengar lantunan musik yang kita mainkan serta alunan melodi indah keluar dari dalam hati yang tulus, bukankah kita telah membantunya untuk bangkit dari keterpurukannya? Bukankah kita juga secara tidak langsung mengatakan kepadanya bahwa “hey, kamu tidak sendiri loh”. Bisa jadi mereka kembali memiliki inspirasi untuk mengalihkan perasaan gundah itu dengan melampiaskannya kepada hobinya?.
Perbuatan tersirat tersebut memiliki makna yang dalam terutama bagi mereka yang juga hidup dalam lingkup positif. Abaikan segala pergosipan di circle yang tidak jelas, teruslah show your talent! Percayalah dengan ini aura positive kita akan lebih terpancar untuk kebaikan kita dan sesama. Memang, sebagai manusia kita membutuhkan pengakuan dari orang-orang sekitar, atau disebut juga external validation, sehingga ada yang rela melakukan hal yang tak nyaman demi disukai banyak orang. Akan tetapi menurut sudut pandang saya, perilaku seperti itu hanya akan memudarkan aura kita. Sebagaimana citra pewarta merupakan seseorang yang pemberani.
Gosip, sejauh yang saya ketahui cenderung menceritakan tentang keburukan-keburukan orang lain dan hal itu sangatlah tidak baik. Lebih baik energi-energi tadi digunakan utnuk sharing yang baik dan saling memperkaya teman.
Pewarta Cilik Di Sekolah
Menggemban peran sebagai pewarta, tidaklah semata-mata menggunakan kata-kata. Perilaku seseorangpun bisa menjadi bagian dari pesan itu sendiri. Oleh karena itu tingkah laku seorang pelajar di sekolah, merupakan bagian dari tugas perwartaan. Saya memberi contoh yang sederhana, yang dapat dilihat sehari-hari secara kasatmata. Misalnya senantiasa berlaku sopan terhadap Suster, Bapak dan Ibu guru, bahkan dengan teman-teman sendiri. Perilaku sopan tercermin dalam menuturkan kata-kata yang baik, mengucapkan salam, serta gerak tubuh yang menandakan sopan santun. Dengan membawa diri dalam cerminan tersebut seorang pelajar telah menjadi pewarta kabar baik.
Hal lain yang bisa dilakukan, yang menjurus kepada kata-kata seorang pelajar harus peka melihat kondisi disekitarnya. Misalkan jika di sekolah tersedia majalah dinding atau website sekolah, pelajar dapat berperan serta dengan cara membangun narasi-narasi yang bermuatan energi positif, berbagi pengalaman yang baik, atau cerita-cerita perjumpaan bahkan kesaksian yang ketika dibagikan dalam bentuk tulisan akan memberi banyak sekali energi positif. Dalam organisasi intra sekolah termasuk kegiatan extrakurikuler, peran baik dapat diwujudkan dalam bentuk menjadi penengah serta menawarkan solusi terhadap suatu permasalahan. Bukan malah tampil sebagai yang membuat rumit masalah. Semua hal tersebut, jika melekat dalam pribadi siswa maka mencerminkan sebagai seorang pewarta yang baik.
Melepas Topeng
Topeng yang saya maksudkan disini adalah suatu kondisi ketika seseorang mencoba menutupi dirinya dari kenyataan. Bahkan topeng bermakna untuk menyembunyikan keburukan-keburukan agar tidak tampak bagi orang lain. Dalam pandangan saya, seorang pewarta kabar baik harus melepas topeng tersebut. Hal ini berarti dia harus lebih fokus terhadap hal baik yang memotivasi. Bukan terhadap permasalahan-permasalahan yang justru melemahkan semangat.
Ini sebagaimana tertulis dalam kitab suci yang berbunyi: “Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang” adalah ayat dari Kitab Amsal 17:22.
Tidak peduli apapun yang mereka katakan, lingkungan seperti ini mesti ada dimana-mana. Buat apa ita peduli dengan hal tersebut? Aku, ya aku. Kamu, ya kamu. Kita sama-sama ingin menjadi pengikut Kristus, sebagaimana merupakan sumber kabar baik. Bukankah itu lebih penting untuk mengurusi kehidupan rohani kita dibandingkan dengan mengurusi hal yang tidak perlu.
Jadilah diriku sendiri, begitu juga kamu. Kita akan menjadi pewarta-pewarta kecil-Nya yang terus membagikan kabar gembira bagi sesama. Tak ada lagi perasaan tertekan yang mengharuskan kita berbuat hal diluar nalar hanya demi disukai banyak orang. Utamakan perbuatan kebenaran, sesuai kehendakNya.
Marilah kita, sebagai pelajar yang baik memposisikan diri kita sebagai pewarta kabar baik yang fokus kepada hal-hal yang lebih memotivasi. Ketimbang memikirkan hal-hal negative yang justru melemahkan semangat untuk bangkit. Saya yakin kita bisa.
Oleh: Dorothea Pane Melia (Siswa SMA Dominikus Wonosari)
terima kasih atas informasinya sangat membantu